Fiksi: #1 Kalah

-27 thn

Rasanya bagaikan mimpi melihatnya yang berada hanya beberapa langkah di depan ku. Walaupun tidak saling berhadapan, dapat ku rasakan pipi ini memanas membayangkan wajah menawannya yang bahkan terakhir dilihat 5 tahun yang lalu.

Tidak dapat dipungkiri bahwa dirinya selalu menawan di mataku. Sejujurnya malu mengutarakan ini karena sudah satu dekade masih memikirkan orang yang sama, dirinya yang tidak mungkin bisa aku gapai.

Punggungnya begitu kokoh dan tegap, ia adalah pekerja keras. Dalam pikiranku sejak awal berjumpa, di masa dewasa nanti dia akan memiliki banyak pengagum dan benar adanya.

Saat ini aku ingin sekedar menyapa namun diurungkan karena rasa tidak percaya diri masih menguasai. Termasuk tidak percaya diri apakah ia masih mengingatku yang rapuh ini atau tidak.

Mendadak penglihatanku mendeteksi dirinya akan bergerak memutar arah, menghadap ke arahku. Bagaikan kilat, aku segera memutar badan lebih dulu dan pergi menjauh dengan cukup terburu-buru. Tidak berhasil untuk menutupi diri ini yang diam-diam memerhatikannya.

Malu.

Malu banget.

Sangat malu banget.

Aku semakin tidak memiliki hasrat untuk bertemunya kembali, sebesar apapun. Aku yakin.

Memikirkannya bikin pusing, untung saja kedai teh langganan masih memiliki kursi kosong untuk dapat ku tempati saat ini. Duduk diam dengan menyeruput teh hijau hangat, merenungkan mengapa aku masih belum beruntung dalam urusan cinta di usia yang terus bertambah dewasa.

Setiap memikirkan ini akan berujung air mata yang sulit terbendung. Sebelum itu terjadi, ku buka tas dan mengeluarkan buku komik andalan kapanpun dan dimanapun.

Hingga kurang dari 20 menit berhasil terselesaikan dengan hati yang bergembira. Aku Kembali menyeruput teh hijau yang sudah dengan suhu normal lalu mendongak ke depan untuk melihat suasana kedai.

Aku menyesal melakukannya karena aku tersedak dan terkejut setengah mati. Banyak tetes dari teh hijau yang berada di tangan kanan ku tumpah mengenai komik kesayangan yang baru saja dibaca.

Super sangat malu banget.

Untung saja melakukan transaksi pembayaran diawal sehingga masa bodoh untuk mendadak bangkit dari duduk dan melesat pergi dari kedai yang hangat tersebut.

Beginilah nasib pengagum rahasia yang amatir walau sudah 10 tahun menyelam. Bahkan terbesit apa iya akan menjadi perawan tua?

Melamun sambal memikirkannya di jalan, untung saja kawasan ini aman dan tidak rawan tindak kriminal.

Namun aku sepertinya lebih siap meluncurkan tendangan mautku ke arah pencopet di jalan dibandingkan melihat seorang pria yang sangat persis berada di hadapanku dan berujar;

“Kamu Aisyah kan? Masih inget Adam? Hehe.”

Berhadapan langsung dengan senyuman manis dan suara indah yang di idamkan sejak 10 tahun lalu sukses membuat mata berkaca-kaca tanpa ragu.

Kenangan apa yang aku lupakan tentangnya? Tidak ada, apalagi untuk nama dan sosoknya.

“Kamu risih dengan keberadaan saya ya? Saya minta maaf, tapi saat melihat kamu membuat saya ingin bertemu dan ngobrol jika kamu tidak keberatan.”

Andai ia bisa mendengar suara hatiku. Aku sangat senang mendengarnya dan tidak merasa kehadirannya memberatkan.

Namun itu sebelum aku melirik sebuah perak berkilau yang melingkar di jari manis kirinya, benda kecil yang nyatanya membuatku merasa terhantam jatuh ke bawah karena beban berat yang dihasilkan.

Aku kalah bahkan sebelum memulai berjuang yang sebenarnya.

-

© sheishumairah, Cerita Fiksi, 2021

Comments